Detil Arsip
header
Skip Navigation Links
Home
Profile
News
Articles
Business
Agendas
Feedbacks
agenda
March 2024
April 2024
May 2024
June 2024
July 2024
 
artikel
Kesehatan
p 11/12/2011 16:05 WIB | 0 | 4577
Terapi Komponen Darah dan Indikasi Transfusi Darah  
p 11/12/2011 15:58 WIB | 0 | 4651
Teh Hijau Meningkatkan Efek Kerja Antibiotik  
p 11/12/2011 15:40 WIB | 0 | 8592
Tramadol untuk Ejakulasi Dini  
p 11/12/2011 15:27 WIB | 0 | 4202
Vitamin D Meningkatkan Motilitas Sperma  
p 28/11/2011 20:32 WIB | 0 | 3965
Penyakit Pertusis (Batuk Rejan) dan Pencegahannya.  
 
Humor
p 11/12/2011 15:47 WIB | 0 | 4505
8 Cara Mempercepat Pembakaran Kalori  
p 28/11/2011 19:48 WIB | 0 | 4346
Tips Mencegah Penyakit Malaria  
p 28/11/2011 19:40 WIB | 0 | 4199
7 Kebiasaan Tidur yang Sehat  
p 28/11/2011 19:29 WIB | 0 | 3900
Inilah 8 Fakta dari Pasta Gigi  
p 28/11/2011 19:24 WIB | 0 | 3884
10 Tips untuk Meningkatkan Daya Pikir Kita  
 
Inspirasi
p 23/11/2011 04:06 WIB | 0 | 3757
Karena Aku Ingin Terbang  
p 23/11/2011 04:05 WIB | 0 | 4585
Seluas Telaga  
p 23/11/2011 04:05 WIB | 0 | 3865
Mawar Untuk Ibuku  
p 23/11/2011 04:04 WIB | 0 | 4160
Misi Hidup Dalam Sebuah Kerja.  
p 23/11/2011 04:04 WIB | 0 | 3888
Tak Seperti Yang Tampak di Mata  
link
p Univ. Tarumanagara
p Perpus.Dig.UNTAR
p IDI Online
p Kamus Kedokteran
p Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
 
Artikel - Kesehatan
 
Penyakit Pertusis (Batuk Rejan) dan Pencegahannya.
Oleh admin | 28 Nov 2011 20:32 WIB | 3,965 views
Refarat Kedokteran:

Definisi Pertusis

Pertusis (batuk rejan) disebut juga whooping cough, tussis quinta, violent cough, dan di Cina disebut batuk seratus hari. Sydenham yang pertama kali menggunakan istilah pertussis (batuk kuat) pada tahun 1670; istilah ini lebih disukai dari batuk rejan (whooping cough) karena kebanyakan individu yang terinfeksi tidak berteriak (whoop artinya berteriak). Pertusis yang berarti batuk yang sangat berat atau batuk yang intensif, merupakan penyakit infeksi saluran nafas akut yang dapat menyerang setiap orang yang rentan seperti anak yang belum diimunisasi atau orang dewasa dengan kekebalan yang menurun.

Pertusis masih merupakan penyebab terbesar kesakitan dan kematian pada anak, terutama di negara berkembang. WHO memperkirakan lebih kurang 600.000 kematian disebabkan pertussis setiap tahunnya terutama pada bayi yang tidak diimunisasi. Dengan kemajuan perkembangan antibiotik dan program imunisasi maka mortalitas dan morbiditas penyakit ini mulai menurun.

Insiden Dan Epidemiologi Pertusis
Pertusis merupakan salah satu penyakit yang paling menular yang dapat menimbulkan attack rate 80-100% pada penduduk yang rentan. Pertusis adalah penyakit endemik. Dalam satu keluarga infeksi cepat menjalar kepada anggota keluarga lainnya. Pertusis dapat mengenai semua golongan umur. Tidak ada kekebalan pasif dari ibu. Terbanyak terdapat pada umur 1-5 tahun, lebih banyak laki-laki daripada wanita. Umur penderita termuda ialah 16 hari.

Cara penularan ialah kontak dengan dengan penderita pertussis. imunisasi sangat mengurangi angka kejadian dan kematian yang disebabkan pertussis. oleh karena itu di negara dimna imunisasi belum merupakan prosedur rutin masih banyak didapatkan pertussis. imunitas setelah imunisasi tidak berlangsung lama.

Dilaporkan terjadinya endemik pertussis diantara petugas rumah sakit yang sebelumnya telah mendapat imunisasi terhadap pertussis dan kemudian mendapat infeksi karena merawat penderita pertussis.

Antibodi dari ibu (transplasental) selama kehamilan tidaklah cukup untuk mencegah bayi baru lahir terhadap pertussis. Pertussis yang berat pada neonatus dapat ditemukan dari ibu dengan gejala pertussis ringan. Kematian sangat menurun setelah diketahui bahwa dengan pengobatan eritromicin dapat menurunkan tingkat penularan pertussis karena biakan nasofaring akan negatif setelah 5 hari pengobatan.

Etiology Pertusis

Penyebab pertusis adalah Bordetella pertusis atau Haemoephilus pertusis, adenovirus tipe 1, 2, 3, din 5 dapat ditemukan dalam traktus respiratorius, traktus gastrointestinalis dan trakturs Benito urinarius. Bordotella pertusis ini mengakibatkan suatu bronchitis akut, khususnya pada bayi dan anak – anak kecil yang ditandai dengan batuk paroksismal berulang dan stridor inspiratori memanjang, ” batuk rejan”.

B.pertusis suatu cocobasilus gram negatif aerobik minotil kecil dan tidak membentuk spora dengan pertumbuhan yang sangat rumit dan tidak bergerak. Bisa didapatkan dengan swab pada daerah nasofaring penderita pertusis dan kemudian ditanam pada agar media Bordet – Gengou.

Spesies Bordetella memiliki kesamaan tingkat homologi DNA yang tinggi pada gen virulen, dan ada kontroversi (perdebatan) apakah cukup ada perbedaan untuk menjamin klasifikasi sebagai spesies yang berbeda. Hanya Bordetella Pertusis yang mengeluarkan toksin pertusis (TP), protein virulen yang utama. Penggolongan serologis tergantung pada aglutinogen klabil panas. Dari 14 aglutinogen, 6 adalah spesifik untuk B.pertusis. serotip bervariasi secara geografis dan sesuai waktu.

B.pertussis menghasilkan beberapa bahan aktif secara biologis, banyak sarinya dimaksudkan untuk memainkan peran dalam penyakit dan imunitas. Pascapenambahan aerosol, agglutinin filamentosa (HAF), beberapa aglutinogen (terutama FIM2 dan FIM3), dan protein permukaan nonfimbria 69-kd yang disebut pertaktin (PRN) penting untuk perlekatan terhadap sel sel epitel bersilia saluran pernapasan.

Sitotoksin trachea, adenilat siklase, dan TP tampak menghambat pembersihan organisme. Sitotoksin trakea, factor dermonekrotik, dan adenilat siklase diterima secara dominan menyebabkan cedera epitel local yang menghasilkan gejala -gejala pernapasan dan mempermudah penyerapan TP.

TP terbukti mempunyai banyak aktifitas biologis (misal, sensitivitas histamine, sekresi insulin, disfungsi leukosit), beberapa darinya merupakan manifestasi sistemik penyakit. TP menyebabkan limfositosis segera pada binatang percobaan dangan pengembalian limfosit agar tetap dalam sirkulasi darah. TP tanpa memainkan peran sentral tetapi bukan peran tunggal dalam pathogenesis.

Patogenesis Pertusis

Bordetella pertusis setelah ditularkan melalui sekresi udara pernapasan kemudian melekat pada silia epitel saluran pernapasan. Mekanisme pathogenesis infeksi oleh Bordetella pertusis terjadi melalui empat tingkatan yaitu perlekatan, perlawanan terhadap mekanisme pertahanan pejamu, kerusakan local dan akhirnya timbul penyakit sistemik.

Filamentous Hemaglutinin (FHA), Lymphosithosis Promoting Factor (LPF)/ Pertusis Toxin (PT) dan protein 69-Kd berperan pada perlekatan Bordetella pertusis pada silia. Setelah terjadi perlekatan, Bordetella pertusis, kemudian bermultiplikasidan menyebar ke seluruh permukaan epitel saluran napas. Proses ini tidak invasif oleh karena pada pertusis tidak terjadi bakteremia. Selama pertumbuhan Bordetella pertusis, maka akan menghasilkan toksin yang akan menyebabkan penyakit yang kita kenal dengan whooping cough.

Toksin terpenting yang dapat menyebabkan penyakit disebabkan karena pertusis toxin. Toksin pertusis mempunyaiu 2 subunit yaitu A dan B. Toksin sub unit B selanjutnya berikatan engan reseptor sel target kemudian menghasilkan subunit A yang aktif pada daerah aktivasi enzim membrane sel. Efek LPF menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke daerah infeksi.

Toxin mediated adenosine diphosphate (ADP) mempunyai efek mengatur sintesis protein dalam membrane sitoplasma, berakibat terjadi perubahan fungsi fisiologis dari sel target termasuk lifosit (menjadi lemah dan mati), meningkatkan pengeluaran histamine dan serotonin, efek memblokir beta adrenergic dan meningkatkan aktifitas insulin, sehingga akan menurunkn konsentrasi gula darah.

Toksin menyebabkan peradangan ringan dengan hyperplasia jaringan limfoid peribronkial dan meningkatkan jumlah mukos pada permukaan silia, maka fungsi silia sebagai pembersih terganggu, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder (tersering oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae dan Staphylococcus aureus ). Penumpukan mucus akan menimbulkan plug yang dapat menyebabkan obstruksi dan kolaps paru.

Hipoksemia dan sianosis disebabkan oleh gangguan perukaran oksigenasi pada saat ventilasi dan timbulnya apnea saat terserang batuk. Terdapat perbedaan pendapat mengenai kerusakan susunan saraf pusat, apakah akibat pengaruh langsung toksin ataukah sekunder sebagai akibat anoksia.

Terjadi perubahan fungsi sel yang reversible, pemulihan tampak apabila sel mengalami regenerasi, hal ini dapat menerangkan mengapa kurangnya efek antibiotic terhadap proses penyakit. Namun terkadang Bordetella pertusis hanya menyebabkan infeksi yang ringan, karena tidak menghasilkan toksin pertusis.

Masa Inkubasi Pertusis
Masa inkubasi pertusis 6-20 hari, rata-rata 7 hari, sedangkan perjalanan penyakit ini berlangsung antara 6 – 8 minggu atau lebih. Gejala timbul dalam waktu 7-10 hari setelah terinfeksi. Bakteri menginfeksi lapisan tenggorokan, trakea dan saluran udara sehingga pembentukan lendir semakin banyak.

Pada awalnya lendir encer, tetapi kemudian menjadi kental dan lengket. Infeksi berlangsung selama 6 minggu, dan berkembangan melalui 3 tahapan:

1. Tahap kataral
Mulai terjadi secara bertahap dalam waktu 7-10 hari setelah terinfeksi) ciri-cirinya menyerupai flu ringan:
• Bersin-bersin
• Mata berair
• Nafsu makan berkurang
• Lesu
• Batuk (pada awalnya hanya timbul di malarn hari kemudian terjadi sepanjang hari).

2. Tahap
 

 
 
  Email Arsip Print Arsip
 
0 Comments >>     (Anda harus melakukan login dahulu agar dapat memberi komentar)
 
login
Username
Password

Registrasi   |  Lupa Password
line

 Members:  402
Online:  1
Counter:  774510
IP:  3.238.12.0
 
Alumni Kita


rusddy
 
home   |  profil   |  berita   |  artikel   |  agenda   |  saran
Copyright © 2009 Ilumni Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara - All rights reserved.